Soekarwo-Saifullah Yusuf Menang

24 Januari, 2009
Dr.H.Soekarwo dan Drs.H.Saifullah Yusuf

Dr.H.Soekarwo dan Drs.H.Saifullah Yusuf

Gubernur Jatim Baru

Dilantik 6 Maret 2009

BANGKALAN (Radar Pemilu) – PANITIA pemilihan kecamatan (PPK) di Kabupaten Bangkalan dan Sampang kemarin menghitung manual perolehan suara coblosan ulang pilgub Jatim. Hasilnya, hampir semua kecamatan di dua daerah itu didominasi kemenangan pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf).

Bahkan di Bangkalan, dari 18 PPK, semua dimenangkan Karsa. Pasangan Kaji (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono) harus puas di urutan kedua. Dari hitung manual PPK di daerah tersebut, total suara yang diraup Karsa 253.981. Sedangkan Kaji 144.238 suara.

Di Kabupaten Sampang, Kaji hanya unggul di satu kecamatan dari 14 kecamatan, yakni di Kecamatan Robatal. Total suara yang diperoleh di Sampang: Karsa 209.734 suara, sedangkan Kaji 146.360, dengan selisih 63.374 suara. (selengkapnya baca grafis).

Pelaksanaan rekapitulasi suara secara manual tingkat PPK berlangsung serentak di 18 kecamatan di Bangkalan. Secara umum pelaksanaan rekapitulasi berjalan lancar. Namun, di beberapa kecamatan, saksi Kaji menolak menandatangi hasil rekapitulasi. Saksi Kaji yang menolak tanda tangan itu di PPK Kota Bangkalan, Galis, dan Kokop.

Hairis Zaman, saksi Kaji saat rekapitulasi di Kecamatan Kota Bangkalan, menyatakan menolak tanda tangan karena pihaknya masih akan mencocokkan DPT (daftar pemilih tetap) pilgub putaran dua lalu dengan DPT pada coblosan ulang. “Saat pilgub ekstra ini DPT yang dipakai kan tetap sama dengan pilgub putaran kedua. Jadi, kami masih mau mencocokkan dulu,” ujarnya.

Hairis menambahkan, penolakan tanda tangan tersebut merupakan instruksi langsung dari Tim Pemenangan Kaji. “Tidak hanya Bangkalan, ada beberapa kecamatan saksi Kaji diminta tidak tanda tangan. Seperti di Kokop, Galis, dan beberapa kecamatan lain,” akunya.

Menanggapi penolakan saksi Kaji, Ketua PPK Kota Bangkalan R Sutjipto mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut dia, penolakan tersebut hak mereka sebagai perwakilan Kaji. “Kalau keberatan kan ada prosedurnya. Silakan saja isi form model DA2-KWK tentang pernyataan keberatan saksi,” ujarnya

Di bagian lain, penghitungan perolehan suara di PPK se-Kabupaten Sampang berjalan lancar. Hasil hitung PPK, sementara Karsa unggul dibanding Kaji.

Seperti halnya di Bangkalan, di Sampang ada juga saksi yang menolak tanda tangan. Seperti di PPK Kota Sampang. Hosen, saksi Kaji, tidak mau tanda tangan berita acara hasil perolehan suara. Alasannya, Kaji menilai DPT pada coblosan ulang kali ini tidak sesuai jumlah DPT putaran kedua. Dia juga menilai, pelaksanaan pemungutan suara di salah satu TPS Perum Barisan Indah ada kecurangan.

Ketua PPK Kota Sampang Faisol Ramdani yang kemarin didampingi Subaidi langsung meminta klarifikasi. Sayangnya, Hosen tidak bisa menunjukkan bukti untuk memperkuat alasannya menolak tanda tangan.

Faisol Ramdani yang dikonfirmasi melalui Subaidi mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah minta klarifikasi alasan saksi Kaji menolak menandatangani berita acara hasil perolehan suara. “Tapi, setelah kami desak, yang bersangkutan tidak memiliki bukti dan mengaku hanya berdasar informasi semata,” ungkapnya.

Karena tidak bisa memperkuat alasan penolakan tanda tangan berita acara, PPK Kota Sampang memutuskan melanjutkan penghitungan suara. “Kalau memang memiliki bukti di salah satu TPS Perum Barisan Indah ada kecurangan, PPK Sampang pasti menghentikan penghitungan perolehan suara di TPS Perum Barisan Indah. Tapi, karena tidak ada bukti, ya tetap kami lanjutkan,” tegasnya.

KPU Deadline 25 Januari

Anggota KPU Jatim Arief Budiman mengatakan, pelaksanaan coblosan ulang di Bangkalan dan Sampang tidak ada masalah. Dia juga berharap hingga 25 Januari saat rekapitulasi suara di tingkatan kabupaten, juga dapat berjalan lancar.

Meski hasil pilgub belum final, KPU Jatim telah menyiapkan rengrengan jadwal pelantikan gubernur-wakil gubernur hasil pilgub. Arief Budiman, anggota KPU Jatim, menjelaskan, jika tidak ada gugatan hasil pilgub, gubernur terpilih sudah bisa dilantik pada 6 Maret 2009. Namun, jika ada gugatan, pelantikan bisa molor sampai 23 Maret

Arief yang datang ke Bangkalan kemarin sempat melihat penghitungan manual perolehan suara Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kota Bangkalan. Dia mengakui, masih ada saksi pasangan calon di beberapa PPK yang menolak menandatangi hasil rekapitulasi dengan alasan meminta DPT (daftar pemlih tetap).

“Sebenarnya DPT kan sudah diberikan pada masing-masing saksi di TPS (tempat pemungutan suara). Jadi, buat apa masih memintanya lagi saat rekapitulasi di kecamatan,” ujarnya heran.

Arief menjelaskan, dengan rampungnya tahap rekapitulasi suara di semua PPK kemarin, KPU Bangkalan dapat langsung merekapitulasi hasil perolehan suara di tingkat kabupaten sesuai jadwal. “Jadi pada 25 Januari nanti KPUD Bangkalan dan Sampang bisa melaksanakan tugasnya. Lantas 27 Januari kami melaporkan hasil coblos ulang di dua kabupaten itu ke MK (Mahkamah Konstitusi),” terangnya.

Menurut dia, KPU Jatim juga akan menggelar rekapitulasi perolehan suara untuk tingkat provinsi pada 28 Januari. Tahap tersebut akan tetap dilangsungkan meski dalam putusan MK tidak meminta KPU Jatim melakukannya. KPU Jatim juga memberikan tenggat tiga hari pascarekapitulasi hasil perolehan suara tingkat provinsi pada pasangan calon yang merasa keberatan.

Ketika dikonfirmasi terkait masih adanya pelanggaran pada coblosan ulang, Arief mengatakan, itu menjadi kewenangan panwaskab. Namun, dia menilai beberapa persoalan sebenarnya sudah diselesaikan saat berlangsungnya pencoblosan.

Sementara itu, Ketua KPUD Bangkalan Djasuli Nur yang ditemui kemarin mengatakan, tidak ada lagi alasan bagi pihaknya sebagai pelaksana pilkada untuk menunda tahap pilgub ekstra. “Kami pikir tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Kami akan jalan terus. Jika masih ada masalah, di UU (undang-undang) kan sudah diatur penyelesaiannya. Jadi, proses penghitungan hingga rekapitulasi jalan terus,” tegasnya.

Dijelaskan, kemarin adalah tahap rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk tingkatan PPK. Pihaknya sudah meminta pada 18 PPK di Kabupaten Bangkalan agar melaksanakan secara serentak kemarin.

MK Menolak Jika Tak Signifikan

Bagaimana jika salah satu pasangan cagub-cawagub ada yang menggugat lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pasca coblosan ulang di Sampang dan Bangkalan? “Pada dasarnya, kami tidak boleh menolak setiap perkara yang diajukan. Kalau ada gugatan, tetap diproses. Itu asas universal pengadilan,” kata Ketua MK Mahfud M.D. kepada Jawa Pos kemarin.

Selain itu, tambah Mahfud, MK juga punya asas, yaitu kebenaran yuridis, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Artinya, MK bisa menolak setiap permohonan sengketa pilkada yang diajukan jika pemohon tidak bisa membuktikan kecurangan yang berpengaruh signifikan terhadap hasil pilkada.

Menurut Mahfud, kecurangan yang tidak signifikan untuk memengaruhi kemenangan tidak pernah dikabulkan. “Simak saja, putusan MK dalam 23 kasus putusan pilkada sampai Januari 2009. Semua yang tidak signifikan ditolak meski terbukti ada pelanggaran,” jelas Mahfud yang kini berada di Cape Town, Afrika Selatan, menghadiri pertemuan pimpinan MK sedunia.

Mahfud memberi contoh, jika ada yang kalah suara 50 ribu suara, tapi yang bisa dibuktikan hanya 15 ribu suara curang, maka tetap ditolak oleh MK. (JPNN/yra)



Suara Terbanyak

17 Desember, 2008

Pemerintah  Segera Terbitkan

Perppu Penetapan

Suara Terbanyak

JAKARTA (Radar Pemilu) – PEMERINTAH segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) guna mengantisipasi sejumlah masalah yang diprediksi akan mengganggu pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Perppu tersebut akan menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah rapat konsultasi dengan pimpinan DPR, ketua Mahkamah Konstitusi, wakil ketua Mahkamah Agung, ketua Badan Pemeriksa Keuangan, ketua KPU, ketua Bawaslu, ketua-ketua fraksi DPR, dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu di Istana Negara kemarin (27/12).

Sejumlah hal yang akan diatur dalam perppu, antara lain, perubahan ketentuan tentang keabsahan surat suara pemilu legislatif, penggunaan mekanisme penentuan harga patokan sendiri dalam tender pengadaan logistik KPU, dan perubahan syarat calon anggota panitia pengawas pemilu (panwaslu) di tingkat kecamatan.

”Perppu diterbitkan bila jalur reguler tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan ketentuan. Tanpa itu (penerbitan perppu), pelaksanaan pemilu akan terganggu. Karena itu, saya menilai, kondisi ini sudah sesuai dengan syarat penerbitan perppu,” kata Presiden SBY dalam keterangan pers setelah pertemuan yang berlangsung dua jam tersebut.

Presiden mengungkapkan, pasal 153 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengatur surat suara dinyatakan sah apabila ditandai di kolom tanda gambar partai politik, atau kolom nomor urut partai politik, atau kolom nama calon anggota legislatif. Berdasar pasal tersebut, pencoblosan atau penandaan di lebih dari satu kolom dinyatakan tidak sah sehingga tidak dihitung.

Dalam rapat kemarin, seluruh peserta rapat sepakat bahwa ketentuan tersebut berisiko meningkatkan suara yang tidak sah. Karena itu, disepakati pencoblosan atau penandaan di lebih dari satu kolom pada partai yang sama dinyatakan sah. ”Jadi, pencoblosan atau pencontrengan pada kolom nama partai, kolom nomor urut partai, serta nama caleg dinyatakan sah,” tambah Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari.

Ketua DPR Agung Laksono menuturkan, perubahan ketentuan itu tidak bisa dilakukan melalui revisi undang-undang maupun pembuatan undang-undang baru karena pemilu legislatif tinggal 102 hari lagi. ”Karena itu, disepakati dilakukan perubahan ketentuan melalui penerbitan perppu,” terangnya.

Selain revisi pasal 153, perppu akan mengatur perubahan syarat menjadi anggota panwaslu di tingkat kecamatan. Syarat yang ada di UU Penyelenggara Pemilu dinilai terlalu berat sehingga Bawaslu kesulitan melengkapi personelnya di daerah. Terutama syarat pendidikan minimal SLTA dan berusia paling kurang 35 tahun.

”Pemerintah, KPU, dan Bawaslu akan melakukan pembahasan teknis pada akhir bulan ini (30-31 Desember, Red) untuk membahas secara lengkap ketentuan-ketentuan tersebut serta bantuan-bantuan yang dapat diberikan pemerintah kepada penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugasnya,” tutur presiden.

Rapat juga membahas sejumlah masalah dalam pengadaan barang dan jasa, serta distribusi logistik pemilu yang dilakukan KPU. KPU melaporkan sejumlah kendala dalam pengadaan barang dan jasa pemilu yang dikhawatirkan menyebabkan keterlambatan penyediaan dan distribusi logistik menjelang pemungutan suara 4 April 2009.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah menawarkan penerbitan perppu khusus mengatur mekanisme pengadaan barang dan jasa pemilu. Dalam perppu itu akan diatur bahwa KPU menggunakan harga patokan sendiri dalam pengadaan logistik pemilu dan tidak menggunakan mekanisme tender biasa sesuai ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

”Keppres 80 sebenarnya sudah cukup mengatur tentang ini. Ada yang tidak harus melalui tender murni, melainkan cukup ditetapkan harganya oleh pemerintah,” terang SBY.

Menurut dia, penetapan harga dilakukan setelah memperoleh perhitungan tentang ongkos produksi barang yang tepat dan disampaikan kepada produsen yang berminat. Cara tersebut dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan melakukan tender murni yang membutuhkan waktu panjang. ”Apa pun dapat kita lakukan tanpa ada penyimpangan. Jangan dipikirkan kalau kita modifikasi lantas boleh saja ada kesalahan, penyimpangan, atau korupsi. Tidak ada yang berpikiran buruk, semua hanya ingin menjalankan tugas sebaik-baiknya,” katanya. (jp/yra)

Penghitungan Ulang di Pamekasan

KarSa Puas

KaJi Protes Lagi

PAMEKASAN (Radar Pemilu) – PENGHITUNGAN ulang surat suara pilgub Jatim di Pamekasan, Minggu (28/12) masih belum final. Apakah pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) di kabupaten itu tetap menang seperti pada putaran kedua atau kalah dari Kaji (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono)? Hasilnya masih harus menunggu beberapa hari lagi.

Namun, berdasarkan hasil sementara penghitungan ulang versi panwaskab pilgub, perolehan suara pasangan Kaji bertambah meski tidak signifikan. Pada penghitungan ulang kemarin, suara Kaji menjadi 195.627. Hasil rekapitulasi KPU Pamekasan pada putaran kedua lalu, Kaji memperoleh lebih sedikit, yakni 195.315 suara. Ini berarti suara Kaji bertambah 312.

Sebaliknya, meski tetap unggul, jumlah suara yang diperoleh Karsa menyusut. Masih menurut panwaskab pilgub di Pamekasan, dalam penghitungan ulang kemarin Karsa memperoleh 216.636 suara. Jumlah ini berkurang sedikit dibanding hasil putaran kedua pilgub hasil rekapitulasi KPUD Pamekasan yang mencapai 217.076 suara. Dengan demikian, perolehan pasangan Karsa menyusut 440 suara.

Perubahan suara perolehan sementara hasil penghitungan ulang juga berdampak pada jumlah surat suara tidak sah. Saat putaran kedua, surat suara tidak sah 5.480. Sedangkan hasil sementara penghitungan ulang mencapai 5.582 suara.

Selain itu, diperkirakan banyak surat di sejumlah panitia pemungutan suara (PPS) dan beberapa panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang hilang. Sebab, selain tidak klop dengan jumlah DPT (daftar pemilih tetap), jumlahnya tidak sesuai dengan perolehan suara saat putaran kedua.

Di PPK Pakong, misalnya. Di wilayah yang termasuk dalam materi gugatan Kaji itu terdapat selisih surat suara tercoblos maupun yang dinyatakan tidak sah. Saat putaran kedua, total yang digunakan pemilih 16.931 surat suara. Sedangkan saat penghitungan ulang terdapat selisih 12 suara atau menjadi 16.919 surat suara.

Hal yang sama terjadi di PPK Larangan. Di sana terdapat kekurangan 40 surat suara. Jumlah surat suara pada putaran kedua 24.781, sedangkan pada penghitungan ulang menjadi 24.741.

Penghitungan ulang kemarin mulai digelar pukul 07.00. Para petugas membawa kotak suara lengkap dengan surat suara di dalamnya ke TPS-TPS tempat kotak tersebut digunakan pada pilgub Jatim putaran dua lalu. Kotak-kotak silver itu dibawa menuju TPS dari balai desa setempat dengan kawalan beberapa anggota kepolisian. Aparat itu berasal dari Polda Jatim maupun Polres Pamekasan.

Sekitar pukul 08.00, para petugas KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) mulai membuka kotak suara. Satu per satu surat suara dihitung dan dicatat. Setelah itu, mereka menghitung perolehan suara masing-masing pasangan cagub, didampingi para saksi dari kubu Karsa dan Kaji.

Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Suryadi Sumawireja mengatakan, pelaksanaan penghitungan ulang di Pamekasan kemarin berlangsung kondusif. ”Semuanya terkendali. Tidak ada laporan gangguan keamanan,” katanya saat ditemui di Polres Pamekasan.

Di bagian lain, para kandidat kemarin sama-sama berada di Pamekasan. Soekarwo yang datang bersama istri, Ny Nina Soekarwo, merasa yakin hasil penghitungan suara tak banyak berbeda dengan putaran kedua. Kalaupun ada, selisihnya tidak terlalu signifikan. Bahkan, berdasarkan hasil penghitungan suara tim suksesnya, suara yang dia peroleh justru naik. ”Tapi, angkanya belum bisa saya sebut. Pokoknya ada,” katanya saat menggelar jumpa pers secara mendadak di Masjid Agung Pamekasan.

Mantan Sekdaprov Jatim itu mengatakan, hasil penghitungan ulang kemarin menunjukkan bahwa kecurangan yang sempat dituduhkan tidak terjadi di Pamekasan, mulai penggelembungan suara hingga rekayasa data. ”Ini menunjukkan adanya fairness (keadilan, Red) pada proses demokrasi di masyarakat Pamekasan,” katanya.

Kubu Kaji pun tak mau kalah. Mereka langsung menggelar konferensi pers di Posko Pemenangan Kaji Manteb di Jalan Stadion 51, Pamekasan. Khofifah hadir dengan berbalut busana merah marun. Dia diapit cawagub Brigjen (pur) Mudjiono dan Ketua Tim Pemenangan PDIP Jawa Timur Ali Mudji. Sudyatmiko Aribowo sebagai kuasa hukum Kaji pun ikut dalam konferensi pers tersebut.

Kubu Khofifah menyesalkan prosedur penghitungan ulang itu. Sebab, dalam pelaksanaannya, penghitungan suara tersebut tidak sesuai SK KPU No 32 Tahun 2008 dan SK KPU No 18 Tahun 2008 mengenai Tata Cara Penghitungan Suara.

Dalam SK itu disebutkan bahwa petugas KPPS harus memberikan form C1-KWK kepada masing-masing saksi. Selain itu, form tersebut harus ditempel dan diumumkan saat penghitungan ulang tersebut.

Khofifah mengatakan, form tersebut memiliki peran penting. Sebab, form itu berisi daftar pemilih tetap (DPT), jumlah pemilih yang hadir dan tidak hadir, surat suara terpakai, rusak, dan sisa kertas suara serta surat suara cadangan. Apabila form tersebut tidak ada, kata Khofifah, kecurangan masih bisa terjadi.

”Dari mana kita tahu kalau ada orang yang meninggal, ternyata dalam DPT namanya terdaftar ikut mencoblos. Bagaimana juga dengan daftar surat suara yang tidak terpakai? Lantas, kalau form itu tidak ada, bagaimana kita bisa mencocokannya,” katanya.

Khofifah mengaku tak bisa menerima proses pelaksanaan penghitungan ulang tersebut. Karena itu, dalam waktu dekat dia berjanji membuat laporan ke panwas, DPR, dan mengadu ke Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Selain itu, dia segera meminta petunjuk Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghitungan kemarin.

Ketua Divisi Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU Pamekasan Imam Syafii ketika dikonfirmasi mengakui bahwa form tersebut tidak diberikan kepada saksi. Sebab, DPT hanya diberikan pada saat pemungutan suara. ”Kalau yang ini, kan hanya penghitungan ulang,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Arief Budiman, anggota KPU Jatim. Dia mengatakan, pada putaran kedua masing-masing pasangan calon mendapat DPT. Karena itu, untuk penghitungan ulang ini, pihaknya tidak mencetak DPT lagi. (jpnn/yra)

Keberhasilan Pemerintahan

Hasil Pekerjaan Golkar

JAKARTA (Radar Pemilu) – KETUA Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menilai tidak adil bila hanya satu partai yang berhak mengklaim keberhasilan pemerintah. Sebab, kata Kalla, Golkar melalui kadernya di kabinet dan parlemen adalah inisiator, pelaksana, dan pendukung seluruh kebijakan yang membuat berhasil pemerintahan SBY-Kalla.

Jusuf Kalla dan Agung Laksono serius

Jusuf Kalla dan Agung Laksono serius

”Saya ingatkan, Golkar adalah partai pemerintah. Kader-kader Golkar duduk sebagai wakil presiden, menteri, dan pendukung pemerintah di DPR. Jadi, apa pun keberhasilan yang dicapai pemerintahan saat ini adalah hasil pekerjaan Golkar juga,” ujar Kalla dalam keterangan pers akhir tahun di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat, kemarin (26/12).

Hadir dalam keterangan pers tersebut Wakil Ketua Umum Golkar yang juga Ketua DPR Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Otonomi Daerah sekaligus Gubernur Lemhanas Muladi, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Ketua Bidang OKK Syamsul Muarif, dan Ketua DPP Burhanuddin Napitupulu.

Sebelumnya, sejumlah pengamat menyebutkan, sukses pemerintah identik dengan Partai Demokrat. Sebab, yang menjadi presiden adalah SBY yang merupakan kader Partai Demokrat. Selain itu, iklan Partai Demokrat sangat gencar dalam mengekspos sukses pemerintah. Misalnya, pemberantasan korupsi, meningkatnya devisa negara, dan keluarnya Indonesia dari IMF.

Menurut Kalla, Golkar berperan besar dalam semua keberhasilan pemerintah. Dia mencontohkan, pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN adalah inisiatif pemerintah yang didukung 129 anggota Fraksi Golkar di DPR. Demikian pula, program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW, konversi minyak tanah ke elpiji, pembangunan rumah susun 1.000 menara, pembangunan jalan tol Trans Jawa 1.000 kilometer, dan pembagian benih bersubsidi yang berhasil mengembalikan predikat swasembada beras dan gula.

Bahkan, program bantuan langsung tunai dan PNPM Mandiri yang dananya tahun depan mencapai lebih dari Rp 30 triliun direncanakan Bappenas yang dipimpin kader Golkar, dilaksanakan Menko Kesra yang juga fungsionaris Golkar, dan disetujui DPR yang mayoritas kursinya diduduki kader Golkar.

”Jadi, apa pun yang dijalankan pemerintahan saat ini, tidak ada satu pun yang tidak direncanakan, dilaksanakan, dan disetujui Partai Golkar. Ini harus kami sampaikan agar masyarakat fair melihatnya,” terang Kalla.

Harus Berani Tak Populer

Jusuf Kalla mengakui popularitas luntur akibat kerap menjadi bumper kebijakan pemerintah yang tidak populis. Dia menilai, lunturnya popularitas bukan masalah besar karena seorang pemimpin harus berani mengambil tanggung jawab untuk kebijakan yang tidak populer.

”Seorang pemimpin harus senang dengan hal yang tidak disenangi. Kalau hanya mau senangnya saja, berhenti saja jadi pemimpin negara,” ujarnya.

Menurut Kalla, mustahil pemerintah bisa menyenangkan semua orang. Karena itu, pemerintah akan mengambil keputusan yang bermanfaat paling besar, meski dalam jangka pendek terlihat menyengsarakan rakyat. ”Misal, ketika saya mengumumkan pemerintah akan impor beras beberapa tahun lalu. Saat itu tidak ada yang mau mengumumkan sehingga saya ambil tanggung jawab. Sebab, ketika itu, kalau kita tidak impor, bakal ada kelaparan di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Sebelumnya, wartawan menanyakan mengapa Wapres Jusuf Kalla kerap terlihat mengumumkan hal yang tidak populer, sementara kebijakan populer diumumkan Presiden SBY. (jp/yra)

Koalisi Perempuan Indonesia

Tolak Putusan MK

JAKARTA (Radar Pemilu) – PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) atas perubahan tata cara penetapan calon dengan suara terbanyak diprotes kalangan perempuan. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menolak putusan MK tersebut karena dinilai tidak mengakomodasi sistem zipper yang telah mereka perjuangkan.

“MK telah menggembosi perjuangan perempuan,” kritik Masruchah, sekretaris jenderal KPI, kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, kemarin (24/12). Sejumlah aktivis perempuan seperti Yuda Irlang, Ani Sutjipto, dan Titi Sumbung juga tampak mendampingi Masruchah.

Sebelumnya diberitakan, putusan MK pada 23 Desember menganulir pasal 214 UU Pemilu. Dengan pasal itu, mekanisme penentuan calon terpilih dengan nomor urut dan bilangan pembagi pemilih (BPP) 30 persen menjadi tak berlaku.

Menurut Masruchah, sistem BPP 30 persen sejatinya telah menunjukkan adanya sistem proporsional terbuka terbatas. Ditambah dengan sistem zipper yang mewajibkan nama perempuan setidaknya dalam tiga daftar nama caleg, kesempatan bagi perempuan relatif lebih terbuka dibandingkan saat Pemilu 2004. “Faktor penentu untuk terpilihnya perempuan dengan sistem ini masih terbuka,” terangnya.

Namun, putusan MK tersebut menjadi berita duka bagi perjuangan politisi perempuan. Itu disebabkan angka krusial keterwakilan 30 persen perempuan dalam UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 belum sempat terwujud sama sekali. Padahal, aturan pasal 214 tersebut seharusnya menjadi fondasi awal tercapainya harapan kaum perempuan.

Masruchah mengatakan, MK seharusnya menyadari bahwa posisi politisi perempuan masih termarginalkan. Seharusnya, yang dikembangkan terlebih dahulu adalah asas keterwakilan, proporsionalitas, dan perlindungan terhadap kaum marginal tersebut. “Namun, dengan putusan ini malah menjadi asas persaingan bebas,” tuding Masruchah.

Karena itu, KPI mendesak KPU untuk tidak mengakomodasi putusan MK tersebut. Masruchah menegaskan, penggantian pasal 214 tidak hanya sebatas dilakukan oleh putusan MK. Revisi pasal tersebut seharusnya dilakukan DPR dan pemerintah selaku perumus undang-undang. “Kewenangan KPU hanya menjalankan legislasi dari pemerintah dan DPR,” tegasnya. (jp/yra)

KPU Bisa Langsung

Terapkan Putusan MK

JAKARTA (Radar Pemilu) — KPU tidak perlu menunggu penerbitan peraturan pemerintah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak dalam pemilu legislatif. Sebagai lembaga independen, KPU berhak menetapkan keputusan lembaga untuk melaksanakan putusan MK.

”Keputusan MK bersifat final, artinya harus dilaksanakan. Kedua, KPU sebagai lembaga independen yang terlepas dari pemerintah. Karena itu, KPU bisa langsung melaksanakan putusan MK tanpa harus menunggu penerbitan peraturan pemerintah,” ujar Jusuf Kalla dalam keterangan pers akhir tahun di Media Lounge DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin (26/12).

Dia menambahkan, putusan MK yang berkekuatan hukum sebenarnya bisa langsung dijalankan KPU. Putusan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menjadi dasar bagi KPU untuk menetapkan mekanisme penetapan calon lagislator terpilih. ”Justru KPU sendiri bisa membuat peraturannya,” tegasnya.

Mahkamah Konstitusi empat hari lalu memutuskan calon legislator terpilih berdasarkan suara terbanyak. MK membatalkan lima ayat dalam pasal 241 UU 10 Tahun 2008 yang menetapkan calon legislator terpilih berdasarkan nomor urut. Dengan putusan MK, caleg di nomor terkecil bisa terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD.

Meski keputusan MK bersifat final, anggota KPU I Gusti Putu Artha menilai, ada masalah dari aspek legal-formal sehingga dibutuhkan landasan formal dalam penetapan calon legislator terpilih. Dia menilai, KPU membutuhkan rujukan setingkat undang-undang guna menentukan calon terpilih, seperti revisi undang-undang atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (jp/yra)

MK Putuskan Penetuan Caleg

Berdasarkan Suara Terbanyak

JAKARTA (radar pemilu) – PARTAI politik (parpol) yang ngotot menggunakan nomor urut guna menentukan wakilnya di DPR/DPRD tampaknya harus segera mengubah kebijakannya. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa calon legislatif (caleg) terpilih adalah mereka yang mendapat suara terbanyak dalam Pemilu.

Artinya calon nomor sepatu pun bisa menjadi anggota Dewan bila memang dipilih oleh rakyat. Sebaliknya caleg nomor topi atau nomor jadi tak akan bisa lagi melenggang ke gedung Dewan bila kalah suara dengan caleg lain yang memperoleh suara terbanyak.

Keputusan MK itu dibacakan dalam persidangan uji materi atas UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu terhadap pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e, Selasa (23/12) kemarin. Dalam putusannya, MK menilai, pasal tersebut hanya menguntungkan para caleg yang berada di nomor urut jadi yakni 1, 2, dan 3. Sedangkan caleg yang berada di nomor urut buntut meski mendapatkan suara terbanyak tapi perolehan suaranya itu terpaksa harus diberikan kepada nomor urut jadi.

Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No. 10/2008 yang menentukan bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30% dari BPP atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30% dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30% dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta Pemilu adalah inkonstitusional. �Inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,� kata anggota hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.

Hal tersebut, kata dia, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. �Akan benar-benar melanggar kedaulatan rakyat jika ada dua orang calon mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil, katanya.

Menurut Mahkamah, dilihat dari dimensi keadilan dalam pembangunan politik, saat ini Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil

Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, dan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sehingga menjadi adil pula jika pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga bersifat langsung memilih orang tanpa mengurangi hak-hak politik partai politik, sehingga setiap calon anggota legislatif dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.

�Hal tersebut akan menusuk rasa keadilan dan melanggar kedaulatan rakyat dalam artinya yang substantif, karena tidak ada rasa dan logika yang dapat membenarkan bahwa keadilan dan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat dapat dilanggar dengan cara seperti itu, ujarnya.

Standar Ganda

Mahkamah juga mendasarkan pada filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak, maka penentuan calon terpilih harus pula didasarkan pada siapa pun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, setiap pemilihan tidak lagi menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg. Memberlakukan ketentuan yang memberikan hak kepada calon terpilih berdasarkan nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak.

�Bahwa dengan adanya pengakuan terhadap kesamaan kedudukan hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (equality and opportunity before the law) sebagaimana diadopsi dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945, artinya setiap calon anggota legislatif mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama di hadapan hukum, memberlakukan suatu ketentuan hukum yang tidak sama atas dua keadaan yang sama adalah sama tidak adilnya dengan memberlakukan suatu ketentuan hukum yang sama atas dua keadaan yang tidak sama,� kata hakim konstitusi dalam putusannya. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 UU No. 10/2008 mengandung standar ganda sehingga dapat dinilai memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama sehingga dinilai tidak adil.

�Karena itu Mahkamah menyatakan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,� katanya.

Putusan itu sendiri ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan delapan Hakim Konstitusi pada Jumat (19/12) dan dibacakan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum Selasa (23/12) kemarin oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Abdul Mukthie Fadjar, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Maruarar Siahaan. Hadir dalam pembacaan putusan antara lain pemohon Muhammad Sholeh SH, Sutjipto SH M.Kn, dan Septi Notariana SH M.Kn. (dm/yra)



Kalla Sambut Baik

Putusan Suara Terbanyak

JAKARTA (radar pemilu)- KETUA Umum Partai Golongan Karya Jusuf Kalla menyambut baik dan gembira terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi soal penentuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

“Memang harus suara terbanyak, dan Golkar, kan, sudah menentukan dengan suara terbanyak,” kata Kalla saat menerima 121 siswa-siswi Taman Kanak-Kanak Al-Azhar di Gedung 2 Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (24/12).

“Itu prinsip pokok, jadi hanya satu suara terbanyak” kata Kalla. Dengan adanya keputusan ini, ujar Kalla, maka Partai Golkar tidak perlu menyerahkan draft surat pengunduran diri calon anggota legeslatif yang semula hendak diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah pemilihan legeslatif sebagai syarat penetapan mekanisme suara terbanyak karena UU Pemilu lebih condong ke nomor urut.

Mahkamah Konstitusi, Selasaa (23/12) memutuskan bahwa penentuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Dengan begitu, penentuan anggota legislatif berdasarkan 30 persen dari bilangan pembagi pemilih atau nomor urut dinyatakan tidak berlaku. “Ini inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md.

Uji materi terhadap Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dimohonkan oleh Muhammad Sholeh, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2009-2014. Sholeh berada di nomor urut tujuh calon anggota legislatif dari daerah itu. (ti/yra)


PARTAI GOLKAR

DIINCAR UNTUK KOALISI

JAKART(A (Radar Pemilu) Hasil sejumlah survei politik nasional menunjukkan turunnya popularitas Partai Golkar. Dalam survei terbaru yang dilakukan Reform Institute (RI), partai yang dipimpin Jusuf Kalla itu berada di posisi ketiga, di bawah Partai Demokrat dan PDIP.

Persaingan antara Partai Demokrat dan PDIP di puncak tersebut menarik disimak. Sebab, survei sebelumnya, yang dilakukan LSI (Lingkaran Survei Indonesia) pimpinan Denny J.A., menunjukkan PDIP yang unggul. PDIP mendapat 31 persen, sementara Demokrat meraih 19,3 persen. Sedangkan survei Reform Institute yang diumumkan kemarin, Parta Demokrat unggul dengan perolehan 26,63 persen, sementara PDIP meraih 17,8 persen.

Tampaknya, lain survei lain pula hasilnya. Padahal, kedua survei itu dilakukan dalam waktu hampir bersamaan. LSI menggelar survei 5-15 Desember 2008, sementara RI melakukannya 13-25 November 2008.

Dalam survei RI, Golkar meraih 14,16 persen. Itu tak jauh dari hasil survei LSI, 11,9 persen. Popularitas partai lain dari survei RI lihat grafis.

Kendati Golkar di nomor tiga, ternyata partai beringin itu adalah partai yang paling favorit diincar partai lain untuk berkoalisi. Sebagian besar konstituen partai yang disurvei menginginkan partainya berkoalisi dengan partai bersimbol pohon beringin itu.

Dalam pemaparannya, peneliti Reform Institute Khalied Novianto menjelaskan, pihaknya menanyakan kepada seluruh konstituen loyal sejumlah partai politik besar tentang harapan mereka terhadap koalisi ideal 2009. Koalisi tersebut diharapkan bisa memenangkan pemilihan presiden dan membentuk pemerintahan yang kuat.

Partai Demokrat, yang popularitasnya menduduki posisi teratas, konstituennya berharap koalisi dengan Golkar bisa terwujud. Konstituen Demokrat yang ingin berkoalisi dengan Partai Golkar mencapai 30,5 persen. Jumlah tersebut berbeda signifikan dengan mereka yang berharap koalisi Demokrat-PDIP, yakni 13,96 persen. Atau bahkan koalisi Demokrat-PKS, 11,08 persen.

Begitu juga dengan konstituen PDIP. Sebanyak 26,74 persen menginginkan koalisi PDIP-Golkar. Ada juga yang berharap PDIP berkoalisi dengan Partai Demokrat, 13,48 persen. Adanya konstituen yang menginginkan Demokrat dan PDIP berkoalisi itu menjadi kontroversial. Sebab, keduanya sudah mempunyai capres masing-masing dan tidak mungkin berkoalisi. ”Itulah karakteristik mayoritas pemilih kita yang less inform (kekurangan akses informasi, Red). Jadi, imajinasi mereka sering tidak sinkron dengan kenyataan di lapangan,” jelas Direktur Reform Institute Yudhi Latief.

Sebagian besar pemilih Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga ingin partainya berkoalisi dengan Partai Golkar. Sebanyak 21,95 persen menginginkan terbentuknya koalisi Gerindra-Golkar. Hanya 12,20 persen yang ingin Gerindra berkoalisi dengan PAN atau Demokrat.

Konstituen Partai Golkar sendiri mayoritas merasa nyaman dengan koalisi saat ini. Yakni koalisi Golkar-Demokrat. Lebih dari 38 persen konstituen berharap Golkar mempertahankan koalisi dengan Demokrat. Hanya 15,54 persen yang menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDIP. ”Jadi, Golkar masih menjadi parpol terfavorit untuk diajak berkoalisi,” tambah Khalied Novianto.

Survei Reform Institute melakukan pengumpulan data pada survei tersebut sepanjang 13-25 November 2008. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, survei itu menghasilkan margin error sekitar 1,96 persen. (JPNN/yra)

Caleg DPRD Jatim dari PAN

Caleg DPRD Jatim dari PAN

Presiden SBY Akhirnya Bertemu


Sri Sultan Hamengku Buwono X


KLATEN (Radar Pemilu
) – Di tengah rumor ketidakharmonisan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sri Sultan Hamengku Buwono X , Selasa (16/12) kemarin pagi bertemu di Kompleks Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Petang harinya kedua tokoh nasional itu kembali bertemu di tempat berbeda, kali ini di Kota Jogjakarta.

Dalam dua pertemuan berbeda tempat itu Presiden SBY dan Sri Sultan duduk pun di tempat yang terpisah, saat bertemu tidak terlihat berbincang-bincang dalam waktu lama. Keduanya hanya bersalaman, bertegur sapa sejenak. Sebelum ini rumor ketidakharmonisan mengemuka menyusul ketidakhadiran Sultan dalam pertemuan raja-raja Nusantara.

Pertemuan dengan Presiden SBY itu dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (29/11).Saat itu, Sultan mengaku tidak datang karena tidak diundang. Berikutnya Sultan juga tidak hadir pada rapat koordinasi para kepala daerah yang dipimpin Presiden SBY di Jakarta, Jumat (12/12). Saat itu Presiden SBY sempat menyindir ketidakhadiran sejumlah gubernur.”Gubernur juga merupakan seorang pemimpin yang semestinya hadir pada acara yang cukup penting ini. Karena ciri seorang pemimpin itu harus bertanggung jawab,” kata Presiden.

Sultan mengaku tidak datang pada rapat koordinasi itu karena acara diubah mendadak. Sultan memilih hadir dalam sebuah acara di Universitas Indonesia untuk kemudian malam harinya hadir pada peluncuran buku Megawati Soekarnoputri. Setelah dua kejadian itu pertemuan pertama kedua tokoh berlangsung pada peluncuran program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) di Kompleks Candi Prambanan.Pertemuan terjadi sesaat sebelum Presiden SBY meninggalkan lokasi acara untuk meresmikan Taman Pintar di Yogyakarta. Keduanya sempat saling berjabat tangan dan bertegur sapa.

Istri mereka, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas juga terlihat saling berjabat tangan dan melempar senyum ramah masing-masing. Hanya saja, karena acara tersebut yang menjadi tuan rumah adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, SBY terlihat lebih banyak berbincang- bincang dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang duduk mendampinginya.

Tempat duduk SBY dan Sultan terpisah cukup jauh. Sultan hadir lebih dulu pada acara ini. Sultan langsung menduduki kursi di deretan tamu VVIP di belakang sejumlah menteri di tenda yang dipasang menghadap selatan di belakang bangunan Candi Prambanan. Sultan menduduki kursi deret ketiga dari depan, di sisi kanan panggung kehormatan. Lalu SBY datang kurang lebih 20 menit kemudian, disambut oleh Bibit Waluyo dan langsung menduduki kursi tamu VVIP terdepan di bagian tengah, berdampingan dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto serta Bibit Waluyo.

Seusai acara Presiden SBY langsung menuju Istana Negara Gedung Agung,Yogyakarta, dengan mobil RI 1 untuk transit sebelum melakukan peresmian obyek wisata pendidikan Taman Pintar di Jalan Senopati,Yogyakarta. Sultan juga langsung bergegas menuju mobil AB 1 yang membawanya pulang untuk berganti acara yang akan kembali mempertemukannya dengan SBY.

Saat meresmikan Taman Pintar, kedua tokoh yang banyak disebut akan bertarung pada Pemilihan Presiden 2009 itu kembali bertemu. Keduanya tampak bersalaman dan saling melempar senyum. (sindo/yra)


Akhirnya Khofifah Kalah

11 November, 2008

Soekarwo Menangkan

Pilkada Jatim

KarSa 50,20% – KaJi 49,80%

Dr.H.Soekarwo

Dr.H.Soekarwo

SSURABAYA (radarpemilu) – KENDATI pada quick count, tidak unggul, namun akhirnya pasangan KarSa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) berhasil memenangkan Pilkada Jawa Timur. Dengan demikian pasangan Soekarwo-Saifullah ini berhak menduduki jabatan gubernur-wakil gubernur jawa Timur masabakti 2008-2013.

             Acara penghitungan suara Pilgub Jatim yang berlangsung di Hotel Mercure Grand Mirama, Surabaya, Selasa (11/11) berlangsung tegang. Jalan raya di sekitar pusat kota Surabaya itu terpaksa ditutup, karena sejak pagi sudah dipadati pengunjukrasa dari kubu Kaji (Khofifah Indar Parawansa) yang sudah merasa kalah setelah rekapitulasi suara di 38 kabupaten-kota di Jatim, selesai Senin (10/11). Dari perhitungan itu, pasangan KarSa unggul di 22 kabupaten/kota dan KaJi di 16 kabupaten/kota.

            Penghitungan suara oleh KPU Jatim itu berakhir pukul 15.30 WIB dengan kemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa). Selisihnya tipis, hanya 60.223 suara atau 0,40 persen.

            Pasangan KarSa unggul perolehan suara sebanyak 7.729.944 atau 50,20 persen.  Sedangkan  pasangan Khofifah-Mudjiono (KaJi) yang unggul tipis pada quick count,  mendapatkan suara 7.669.721 atau 49,80 persen. Dengan begitu KPUD akhirnya menetapkan pasangan KarSa sebagai pemenang dalam Pilgub Jatim putaran kedua dengan selisih angka dari pasangan kaJi sebanyak 60.223 suara.

            Setelah disahkan dan ditandatangani oleh empat anggota KPU Jatim, yaitu Wahyudi Purnomo, Arif Budiman, Yayuk Wahyuningse dan H Najib Hamid.

Anggota KPU Jatim sedang melakukan penghitungan

            Tim sukses pasangan Khofifah-Mudjiono (KaJi) menolak menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara. Alasannya, banyak kecurangan yang terjadi di lapangan. Namun, secara pasti dan tegas belum disebutkan di mana terjadi kecurangan itu.

            “Kami menolak menandatangani berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara. Kami akan mengajukan gugatan karena menemukan banyaknya kecurangan,” kata Sekreteris Tim Pemenangan Pasangan KaJi, Muhammad Mirdasy dalam forum rapat pleno terbuka KPU Jatim  di Hotel Mercure Grand Mirama, Surabaya itu. Sedangkan Ketua Tim pemenangan KarSa, Martono langsung menandatang berita acara penghitungan.

 

Kumpul di Posko

            Dr.H.Soekarwo,SH,MHum  yang akrab dengan panggilan Pakde Karwo itu langsung mendatangi Posko Pemenangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf (KarSa) di Jalan Comal Surabaya.           Pakde Karwo berbasa-basi mengucapkan terima kasih kepada pasangan KaJi yang telah memulai pemilihan gubernur demokratis. “Terimakasih saya untuk ibu Khoifah yang bersama-sama mewujudkan Pilgub yang demokratis”, ujarnya.

            Pernyataan politik Soekarwo itu diucapkan setelah KPU Jatim menetapkannya sebagai calon gubernur (cagub) terpilih. Soekarwo mengingatkan, semua pihak melupakan perbedaan saat pilgub dan menyatukan langkah guna membangun Jatim lebih baik di masa depan.

            Soekarwo tetap menyatakan tekadnya untuk membangun Jatim lebih baik di masa depan. Terutama peningkatan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan kue ekonomi. Diharapkan dengan demikian kesejahteraan itu dinikmati rakyat Jatim secara lebih adil.

            Di Posko Karsa di Jalan Comal setelah adanya pengumuman KPU Jatim bahwa Karsa tampil sebagai pemenang, ratusan pendukung Karsa melakukan sujud syukur. Mereka meluapkan kegembiraan dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT, (yous).


Menjelang Pengumuman KPU Jatim

10 November, 2008

Tim KarSa Mereaksi

Manuver Tim KaJi

SURABAYA (radarpemilu) – PERHITUNGAN suara secara manual pada pemilihan gubernur (pilgub) jatim yang berlangsung 4 November lalu belum selesai. Perhitungan cepat (quick count) yang mengunggulkan angka tipis untuk KaJi membuat suasana panas di Jatim. Sebab, ada informasi berdasarkan data yang disampaikan beberapa pihak, ternyata yang menang kubu KarSa. Tetapi, KPU sebagai lembaga yang paling berwenang untuk memberikan keterangan resmi, baru akan menyampaikannya setelah perhitungan manual selesai, pada hari Selasa, 11 November besok.

Uniknya, antar dua kubu: Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) dan Khofifah Indar Parawansa (KaJi) sama-sama mengklaim sebagai pemenang. Bahkan, untuk meyakinkan kalau KaJi sudah menang, tim yang bermarkas di Deltasari Indah, Sidoarjo sudah menyelenggarakan acara syukuran. Selain itu, memasang iklan di berbagai mediamassa atas kemenangan itu.

Namun, gerakan tim KaJI itu mendapat reaksi dari tim KarSa. Manuver yang dilakukan oleh tim KaJi yang memasang iklan pemberitahuan kepada masyarakat agar melaporkan kecurangan Pilgub dengan imbalan Rp 500 ribu dinilai sebagai tindakan yang provokatif.

Sekretaris Tim Pemenangan KarSa, Anna Luthfie terus meminta agar masyarakat tenang dan tidak resah menyikapi hasil perhitungan cepat (quick count) yang ada. Pasalnya hingga saat ini perhitungan manual yang sah dan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim masih belum dilakukan.

“Untuk menghindari kesimpangsiuran perhitungan, kami minta dalam perhitungan manual nanti KPU Jatim ikut mengundang lembaga survey yang ada,” kata Luthfie, Sabtu (8/11).

Selain itu, dia juga meminta agar tokoh agama ikut menenangkan umatnya untuk tidak terpancing dalam aksi provokasi yang dilakukan kubu KaJi. Tak hanya itu, dia juga meminta supaya masing-masing individu berbicara sesuai dengan porsinya. “Contohnya ada seorang tokoh agama yang mengatakan harus mempercayai hasil quick count. Karena jika tidak maka Jatim akan mengalami apa yang terjadi di Maluku Utara.Itu kan bukan porsinya karena soal perhitungan cepat, sudah ada ahlinya sendiri,” tegasnya.

Ditanya soal temuan pelanggaran, Luthfie mengaku cukup banyak namun sejauh ini pelanggaran tersebut sudah diselesaikan di tingkat kecamatan. Misalkan di salah satu TPS Batu, ada kesalahan penulisan hasil penghitungan suara. Kasus lain terjadi di Nganjuk yang mana lampiran jumlah suara dengan berita acara penghitungan berbeda.

“Tetapi semua sudah diselesaikan di tingkat kecamatan, karena memang seperti itulah rosedurnya,” ujar Ketua BM PAN Jatim tersebut.

Cawagub Saifullah Yusuf menambahkan pihaknya meminta agar tidak ada tindakan provokatif dalam menyikapi hasil perhitungan cepat tersebut. Ia juga memita agar masyarakat Jatim tetap menunggu hasil perhitungan manual yang dilakukan KPU Jatim. “Jangan ada spekulasi, jangan ada provokasi, kita harap semuanya aman-aman saja,” tandasnya.

Tak hanya itu, massa pendukung KarSa juga melakukan kegiatan istighosah dan pembentukan Forum Penyelamat Stabilitas Jatim (FPSJ) di kantor Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim di Jl. Darmo.

Menurut Koordinator FPSJ, Ahmad Arizal, forum ini perlu dibentuk untuk menghindari adanya upaya perpecahan paska pilgub putaran kedua. “Kita ingin membuat semacam tindakan preventif saja supaya Jatim nantinya tidak terjadi seperti di Maluku Utara,” katanya.

Pihaknya siap untuk melakukan pengawasan perhitungan di daerah dan memastikan tidak terjadi tindak kecurangan. FPSJ juga meminta agar masyarakat bersabar menunggu hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU Jatim.

KaJi Belum Menang

Sementara itu, Ketua Lembaga Survey Indonesia Saiful Mujani menegaskan pihaknya tidak pernah menyatakan pemenang dalam pilgub Jatim di putaran kedua. Sejauh ini pihaknya hanya mengumumkan hasil perhitungan suara di putaran kedua sangat ketat. Kondisi ini pernah terjadi di beberapa daerah lain seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. “Jadi kalau ada yang bilang KaJi menang, itu salah.

Tidak ada dasar ilmiahnya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.

Perhitungan cepat memang dibenarkan secara ilmiah dan pasti benar. Metodologi yang digunakan adalah simple random sampling dengan mengasumsikan jumlah pemilih di tiap TPS adalah sama. Namun, LSI mengkombinasikannya dengan stratifikasi yaitu mengambil sampel lebih banyak di TPS-TPS yang jumlah penduduknya lebih banyak dansebaliknya.Namun dengan posisi margin error di bawah 1 persen seperti yang terjadi di Jatim, posisi ini sangat dimungkinkan untuk terbalik.

“Di Jatim tidak ada pasangan yang memperoleh suara lebih dari 51% dan fakta ini harus dilihat bahwa belum ada pemenang di putaran kedua ini, ” tegasnya.

Saiful berharap agar masyarakat tidak menyandarkan hasil pilkada pada perhitungan cepat yang dilakukannnya. Hasil pilkada yang legal tetap berada di tangan KPU Jatim sebagai lembaga penyelenggara pilkada. “Jangan saya dan lembaga saya dibawa-bawa untuk melegalkan hasil pilkada dong,” pintanya. (sp/yra)


Dari Pigub Jatim:

7 November, 2008

Berdasar Laporan Saksi

KarSa dan KaJi

Saling Klaim Menang

 

SURABAYA (radarpemilu) – MESKIPUN lembaga KPUD Jatim belum mengumumkan hasil penghitungan suara putaran dua, kedua tim pemenangan Khofifah-Mudjiono (KaJi) dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) saling melakukan klaim memenangkan pilgub dalam perhitungan di seluruh TPS melalui saksi dan relawan yang disebar kedua tim pemenangan.

Tim internal KaJi setelah melakukan finalisasi penghitungan memperoleh hasil dari total suara sah 15.806.477 pasangan KaJi memperoleh suara 8.064.241 atau 51,02% sedangkan KarSa dipilih oleh 7.742.236 atau 48,98%. Jumlah kabupaten/kota perolehan Kaji dan Karsa sama. Yakni separuh atau 19 Kabupaten/kota dikuasai KaJi dan 19 lainnya dikuasai KarSa. “Cuma pasangan Kaji ini lebih unggul karena menang di kota Surabaya dan daerah kabupaten yang pendudukya lebih banyak, sedangkan KarSa banyak menang di daerah perkotaan yang penduduknya kecil,” papar sekretaris tim pemenangan KaJi H. Mirdasy, kemarin.

Dikatakan Mirdasy, angka tersebut akan dijadikan dasar acuan penghitungan KPUD 11 November nanti. Sebab, bagaimanapun penghitungan yang dilakukannya sudah 100% dari seluruh pemilih dan seluruh TPS. “Kami yakin data kita akan sama dengan hasil akhir nanti. Dengan catatan, tidak ada satupun orang yang memanipulasi data,” harapnya.

Hal yang sama juga diungkapkan tim pemenangan KarSa yang melakukan perhitungan nyata (real count). Tim Karsa mengklaim memperoleh suara sebanyak 51,48 persen atau sekitar 8.127.815 suara. Sementara Khofifah-Mudjiono (Kaji) memperoleh 48,52 persen atau sekitar 7.660.434 suara.

Menurut versi Karsa, Pakde Karwo berhasil unggul di 16 kabupaten dan 6 kota. Beberapa tempat itu antara lain Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Jember, Kota Kediri dan Kota Blitar.
Dari jumlah pemilih terdaftar versi Karsa, yakni 29.280.470 orang dan 62.853 TPS, angka golput mencapai 13.077.683 orang dan suara tak sah 493.115 orang.

Sekretaris Tim Pemenangan Karsa, Anna Luthfi mengatakan, rekapitulasi penghitungan suara itu diperoleh dari saksi di setiap TPS. Begitu suara selesai dihitung, saksi langsung mengirimkannya ke saksi tingkat PPS, PPK, kabupaten/kota, terakhir ke tim propinsi.

“Jadi berantai. Semua saksi kami bekali handphone, jadi langsung hari itu juga bisa dikirim,” kata Luthfi, Kamis (6/11).

Versi KaJi
KaJi = 8.064.241 atau 51,02%
KarSa = 7.742.236 atau 48,98%.

Versi KarSA
KarSa = 8.127.815 atau 51,48%
KaJi = 7.660.434 atau 48,52%. (spg/yra)


Ramalan Pilgub Jatim

3 November, 2008

Ketika Pengamat Politik Menjadi Peramal

KaJi dan KarSa

Sama-Sama Menang

SURABAYA (radarpemilu) – PARA pengamat politik ikut sibuk menjelang pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Timur, 4 November besok. Betapa tidak, dengan kacamata yang berbeda mereka sama-sama meramal, siapa yang bakal memenangkan ajang Pilgub Jatim tersebut.

Dua pasangan yang bakal dipilih – masih dengan system coblos – rakyat Jatim sebagai gubernur-wakil gubernur Jatim masabakti 2008-2013 besok itu adalah pasangan Dr.H.Soekarwo-Drs,H.Saifullah Yusuf (KarSa) dan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (KaJi).

Dr.Soekarwo,SH,M.Hum adalah Sekretaris Provinsi (Sekprov) Jatim yang mundur dari jabatannya karena mencalonkan diri sebagai gubernur Jatim. Berpasangan dengan Saifullah Yusuf mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal. Pasangan KarSa ini diusung oleh koalisi PAN dan PD (Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat) Jatim. Kemudian didukung oleh Partai Golkar (PG), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) “bersatu” – yaitu dari ke dua kubu, Gus Dur dan Muhaimin Iskandar. 

Sedangkan Khofifah Indar Parawansa adalah mantan Menteri Peranan Wanita yang berpasangan dengan Brigjen TNI (Purn) Mudjiono, mantan Kasdam V Brawijaya. Pasangan KaJi ini diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersama 14 Parpol non parlemen (tidak punya kursi di DPRD Jatim). Namun sejak pekan lalu mendapat dukungan dari PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) atas instruksi langsung dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

Ramalan

Para pengamat politik di Jakarta dan Jawa Timur, mulai melakukan ramalan “cuaca”. Mereka mulai mengutak-atik angka dan prosentase. Meramalkan bakal calon gubernur yang akan bertakhta di Gedung Negara Grahadi – singgasana Gubernur Jatim peninggalan Gubernur Jenderal Belanda Hermann Willem Daendel di Jalan Gubernur Suryo 7 Surabaya – dan di kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlwan 110 Surabaya.

Empat pengamat politik lokal (Jatim) yakni Khoirul Muluk (Unibraw), Hariadi (pengamat politik Unair), Marjuki Mustamar (Ketua PCNU Kota Malang) dan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jawa Timur, Dadan Suharmawijaya mengunggulkan Karsa.

Sementara pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit dan
Maswadi Rauf, serta calon Presiden, Sutiyoso sangat yakin, jika Kaji akan memenangi pertarungan sengit memperebutkan kursi gubernur itu.

Khoirul Muluk, pengamat politik Malang mengatakan, popularitas KaJi memang sampai sekarang masih terpelihara. Namun, Khofifah tidak boleh terlalu berharap bisa membuat kejutan untuk kalikedua.

”Dulu (pilgub putaran pertama, Red), KaJi muncul mengejutkan dengan menduduki peringkat dua. Tapi, pada 4 November besok, justru Karsa yang akan muncul mengejutkan,” kata Khoirul Muluk.

Dia beralasan, popularitas KaJi terus meroket dan keberhasilannya membentuk opini akan habis digerogoti KarSa dalam dua minggu terakhir. Ini terjadi, karena pasca pilgub putaran pertama, KarSa sudah menemukan format baru untuk mencuri pundi-pundi kekuatan kaji.

Perolehan suara mutlak di satu daerah oleh KaJi, sangat mungkin tidak akan terulang pada putaran kedua. Bagaimana dengan bergabungnya PDIP? Muluk, menilai, dukungan moncong putih tersebut tidak terlalu signifikan.

Itu terjadi karena massa akar rumput PDIP selama ini dikenal lebih akrab dengan paham nsionalis ketimbang religius yang menjadi ciri KaJi. Jika menganut teori ini, maka basis massa Megawati tersebut akan lebih sreg memilih Soekarwo yang dibesarkan dalam faham nasionalis.

”Struktural PDIP mungkin benar memilih KaJi, tapi hanya sebagian. Hasil Rakercabsus yang memenangkan Soekarwo (22 suara) dan 11 suara untuk Pak Tjip (Sutjipto) adalah bukti, Soekarwo masih menjadi idola warga PDIP,” katanya.

Prediksi kemenangan KarSa juga didasarkan pada pengaruh birokrsi Soekarwo di Jatim. Menurut Muluk, diakui atau tidak, jaringan birokrasi Karwo jauh lebih mengakar ketimbang Khofifah yang tidak pernah berkarier untuk Jawa Timur.

”Dengan berbagai alasan dan fakta saat ini, KarSa akan unggul 10 persen atas KaJi,” kata pengamat politik Unair, Hariadi. Tapi Khofifah tetap berpeluang menang. ”Hanya saja, tipis. Di bawah 10 persen. Mungkin hanya lima persen. Tapi (kemungkinan) itu kecil,” terang Hariadi.

Peluang KarSa akan semakin terbuka, jika pasangan ini bisa menggaet dan meyakinkan suara mengambang. Menurut Hariadi, Jumlah pemilih mengambang di Jatim tidak sedikit. Hanya saja untuk meyakinkan mereka butuh kerja ekstra. ”Mereka baru akan menggunakan hak pilihnya jika ada imbalan tertentu,” terangnya.

Secara terpisah Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jawa Timur, Dadan Suharmawijaya, menilai terbukanya peluang KarSa menang itu salah satunya karena dukungan Golkar ke KarSa akan jauh lebih efektif ketimbang PDIP ke Kaji.

”Dukungan Golkar akan lebih solid dari pada PDIP,” kata Dadang. Tapi secara umum, dukungan partai politik limpahan pilgub putaran pertama akan berimbang 50 persen untuk KaJi dan 50 persen lainnya ke KarSa.”Termasuk PDIP. Meski kebijakan partai ke KaJi, tetap ada yang loyal ke KarSa,” ungkap Dadan.

Bagaimana dengan PKB yang dua-duanya telah mendukung Karsa? Dadang meyakini bahwa dukungan dua PKB tersebut akan terpecah menjadi empat friksi. Yakni PKB Imam Nahrawi, PKB Hasan Aminuddin, PKB Gus Aying (KH Hasyim Karim) dan PKB Khoirul Anam (cak Anam). Namun, tetap saja akan menguntungkan Karsa.

Sementara itu, Ketua PCNU Kota Malang, Marzuki Mustamar menilai, peluang kemenangan Karsa atas KaJi tersebut tak lain karena faktor budaya. ”Kekuatan Karsa merata. Dia akan unggul setidaknya di 17 kabupaten/kota,” kata Marzuki.

Bang Yos Unggulkan Kaji

Berbeda dengan pengamat Jatim. Sejumlah pengamat politik dan tokoh besar dari Jakarta malah memprediksi KaJi menang. Ini karena secara kualitas dan dukungan massa, pasangan KaJi mengungguli KarSa.

Demikian dikatakan dua pengamat politik UI)Arbi Sanit dan Maswadi Rauf, serta calon presiden, Sutiyoso di Jakarta, Minggu (2/11) kepada Surabaya Pagi. Mereka yakin Khofifah akan mampu membawa Jatim kearah yang lebih baik.

Menurut Arbi, Khofifah memiliki kemampuan menjelaskan jauh lebih baik dibandingkan Karwo dan Saefullah Yusuf. Khofifah juga dinilai bisa menggerakkan suara perempuan Jatim untuk memilih dirinya. Sementara dukungan para kiai kepada Karwo dan Saiful tidak akan punya pengaruh banyak bagi pasangan yang diusung PAN-Demokrat itu.

“Dukungan kyai untuk Saiful tidak akan efektif, sejak Muhaimin berani melawan kiai karena orientasinya uang dan kekuasaan. Kemenangan Khofifah akan menjadi test case atau uji coba pemimpin perempuan di Jawa Timur,” kata Arbi.

Arbi menilai, Saiful bukan seorang pemimpin yang baik karena yang bersangkutan dikenal sering pindah- pindah partai. Sedangkan Khofifah memiliki kepribadian jauh lebih baik, serta mampu mengelola dan memecahkan persoalan. “Kalau masyarakat sedikit kritis, apa yang bisa dipegang dari Saiful, dia sukanya ngacir kemana-mana,” lontar Arbi.

Bahkan Arbi yakin Megawati Soekarnoputri akan menyeruhkan kadernya di Jatim untuk
memilih Khofifah. “Mega akan lebih baik dukung perempuan, daripada dukung laki-laki yang tak bisa dipegang,” ujarnya.

Senada dengan Arbi, Maswadi Rauf mengatakan, Khofifah bisa menarik suara NU, PDIP, Golkar dan perempuan. Maswadi menilai massa Khofifah jauh lebih berakar daripadamassa yang dimiliki Saefullah Yusuf. “Saya meramalkan Khofifah yang akan menang,” kata Maswadi.

Capres Sutiyoso menambahkan, Khofifah adalah seorang pemimpin yang mumpuni. Karena itu, ia ‘angkat topi’ terhadap figur mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Gus dur ini. “Wanita satu ini pinter banget, orangnya mumpuni dan berkualitas,” puji Sutiyoso.

Karena itu – bang Yos-sapaan akrabnya, akan merasa senang bekerjasama dengan
Khofifah sebagai Gubernur Jatim, bila kelak dirinya terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2009 mendatang. “Tentu saya akan senang bekerjasama dengan Khofifah
dibanding lawannya,” tegasnya. (spg/yra)


Pilgub Jatim Putaran II-4November 2008

29 Oktober, 2008
       

 

 

Soekarwo dan Mudjiono

Menjamin Aman

 

 

SURABAYA (radarpemilu) – SOEKARWO, cagub Jatim yang berpasangan dengan Saifullah Yusuf,  dan Mudjiono, cawagub pasangan Khofifah Indar Parawansa, menyatakan siap bertanggungjawab jika ada massa pendukung mereka melakukan pelanggaran hukum pada putaran dua, 4 November 2008 mendatang. Kesiapan itu ditegaskan dalam Ikrar dan Deklarasi Damai di Mapolda Jatim, Selasa (28/10).


Selain ikrar tersebut, mereka menyatakan siap menerima keputusan KPU Jatim atas hasil pilgub secara demokratis dan sportif. Juga,  mengedepankan azas musyawarah untuk mufakat guna  menyelesaikan masalah yang terjadi selama pilgub.

Menanggapi hal itu, Kapolda Jatim,  Irjen Pol Herman Suryadi Sumawiredja, mengingatkan, meskipun ikrar tersebut tidak diawali dengan kata ‘demi Allah’, namun konsekuensinya tetap berat. “Janji kepada manusia lebih berat karena manusia itu sulit memaafkan. Kalau janji kepada Allah itu lebih ringan karena Allah itu Maha Pemaaf,” katanya seraya meminta dua pasangan cagub-cawagub melaksanakan dan mensukseskan pilgub secara damai.

Pada kesempatan itu, Soekarwo alias Pekde mengaku siap memberikan selamat ke pasangan Khofifah-Mudjiono jika terbukti kalah. “Tapi naudzubillahimindalik, ya,” katanya.

Hal sama dikatakan Mudjiono, yang juga mantan kasdam V Brawijaya. “Kalau menang kami syukuri, kalah pun kami syukuri. Kalau kalah saya akan mengucapkan selamat. Jika memang saya akan merangkul Pak Karwo dan jajaran pendukungnya,” kata Mudjiono.

Undangan Mendadak
Mengenai ketidakhadiran Khofifah dalam acara tersebut, Mudjiono menjelaskan, Khofifah ada acara yang tidak bisa ditinggalkan di Blitar. “Undangan ini mendadak, tidak bisa disesuaikan. Jadi saya yang diberi mandat kesini,” ucapnya.
Sedangkan Pejabat Gubernur Jatim, Setia Purwaka, meminta kepada dua pasang cagub-cawagub mengendalikan pendukung simpatisan  masing-masing agar tidak berbuat anarkhi dan memicu kerusuhan. Permintan ini disampaikan karena pelaksanaan pilgub putaran kedua semakin dekat.
Sebagaimana diketahui, tiga hari kedepan, 29-31 Oktober, sudah masuk masa kampanye, disusul tiga hari masa tenang, sampai kemudian coblosan pada Selasa (4 November) mendatang. Menurut Setia, sepekan ke depan merupakan waktu sangat penting menentukan sukses-tidaknya pelaksanaan pilgub.
Dia mengingatkan masyarakat waspada, terutama terhadap kemungkinan munculnya kampanye hitam (black campaign) yang bisa memicu konflik horizontal antarmassa pendukung dua pasangan calon.  “Jangan sampai kerusuhan di Maluku Utara terjadi di Jatim,” tegasnya, di Gedung Negara Grahadi, Selasa (28/10).
Sedangkan Panwas Pilgub Jatim akan bertindak tegas kepada tim kampanye pasangan cagub yang melakukan pelanggaran. Panwas memprediksi dalam kampanye putaran kedua akan banyak pelanggaran. KPU Jatim melarang calon kempanye di tempat terbuka.
“Kami sudah mengantisipasi dan berjaga di tempat-tempat yang selama ini digunakan kampanye oleh calon, seperti pasar dan pengajian,” ujar Abdullah Bufteim, anggota Panwas Jatim,melalui ponsel. (sry/yous)

 

 


KPU Jatim Enggan Buat Juklak Pilgub Putaran II

20 Oktober, 2008

 

KPU Jatim Enggan Membuat

Juklak-Juknis Pilgub Jatim II

 

SURABAYA(radar pemilu) – PANITIA Pengawas (Panwas) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur akhirnya tak sabar menunggu petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Pilgub putaran kedua. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur enggan membuat juklak dan juknis Pilgub putaran kedua.

 

KPU Jatim menganggap tak ada perbedaan regulasi antara putaran pertama dan kedua, sehingga tak membutuhkan juklak dan juknis baru. Anggota Panwas Abdullah Bufteim mengungkapkan, pihaknya habis kesabaran menunggu juklak-juknis dari KPU.

Jika menuruti keberadaan juklak-juknis, pihaknya khawatir Panwas tak akan melakukan apa-apa, sedangkan masa kampanye semakin dekat. Panwas pun memutuskan bergerak sendiri dengan bermodal aturan KPU No 8/2007 tentang Aturan Kampanye. Panwas juga sudah mengirim surat edaran ke Panwas kabupaten/ kota agar mulai bertindak tanpa menunggu juklakjuknis.

 

”Jadi Panwas kabupaten/ kota sudah bisa bertindak menertibkan pasangan calon yang melanggar. Jumat (17/ 10) kemarin kita sudah kirimkan surat edarannya. Kita sudah kehilangan kesabaran menunggu juklak-juknis,” kata Abdullah.

Panwas sebenarnya masih berharap adanya juklak-juknis sebagai landasan dalam penertiban putaran dua. Namun, Abdullah memaklumi kesibukan KPU yang harus dibebani banyak tugas, sedangkan anggaran baru saja turun. Terkait aturan kampanye, Panwas memutuskan tidak memakai sistem akumulatif pada lima unsur kampanye.Sistem akumulatif diterapkan pada putaran pertama lalu dan sempat menyembulkan perbedaan tafsir antara Panwas dan KPU.

Kelima unsur tersebut di antaranya dilakukan pasangan calon,memuat foto calon, ajakan memilih serta dilakukan di luar waktu kampanye. ”Jadi kalau ada satu unsur saja terjadi, akan kami anggap sebagai pelanggaran,” ujar panwas dari unsur pers ini. Terkait pelanggaran kampanye, Abdullah mengakui sejauh ini baru masuk dua laporan Surabaya dan Tuban. Salah satu pasangan calon dianggap sudah melakukan kegiatan ”berbau” kampanye walaupun belum memasuki masa kampanye.

Sayang Abdullah belum menyebut pasangan mana dan jenis pelanggaran yang dilakukan. Alasannya, itu baru sebatas laporan secara lisan dan belum bisa dipastikan secara resmi sebagai pelanggaran. ”Besok saja kita tunggu laporan lengkapnya,”katanya. Pihaknya mengakui banyak unsur kampanye yang dilakukan masing-masing pasangan, baik KaJi maupun Kar- Sa.

Dicontohkan, ajakan mencoblos yang sering diutarakan saat sosialisasi, menurutnya sudah berbau kampanye. Dihubungi terpisah, anggota KPU Arief Budiman mempersilakan Panwas melakukan penertiban berdasarkan aturan KPU No 8/2007. Pihaknya tetap pada keputusan semula, tidak membuat juklak-juknis baru pada putaran dua ini. ”Pada intinya tak ada perbedaan regulasi.

Perbedaan antara putaran pertama dan kedua mungkin hanya waktunya saja. Silakan saja panwas bertindak menurut aturan KPU No 8/2007,karena di situ juga sudah lengkap dan jelas,” kata Arief Budiman. (sindo/01)