Pemerintah Segera Terbitkan
Perppu Penetapan
Suara Terbanyak
JAKARTA (Radar Pemilu) – PEMERINTAH segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) guna mengantisipasi sejumlah masalah yang diprediksi akan mengganggu pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Perppu tersebut akan menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah rapat konsultasi dengan pimpinan DPR, ketua Mahkamah Konstitusi, wakil ketua Mahkamah Agung, ketua Badan Pemeriksa Keuangan, ketua KPU, ketua Bawaslu, ketua-ketua fraksi DPR, dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu di Istana Negara kemarin (27/12).
Sejumlah hal yang akan diatur dalam perppu, antara lain, perubahan ketentuan tentang keabsahan surat suara pemilu legislatif, penggunaan mekanisme penentuan harga patokan sendiri dalam tender pengadaan logistik KPU, dan perubahan syarat calon anggota panitia pengawas pemilu (panwaslu) di tingkat kecamatan.
”Perppu diterbitkan bila jalur reguler tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan ketentuan. Tanpa itu (penerbitan perppu), pelaksanaan pemilu akan terganggu. Karena itu, saya menilai, kondisi ini sudah sesuai dengan syarat penerbitan perppu,” kata Presiden SBY dalam keterangan pers setelah pertemuan yang berlangsung dua jam tersebut.
Presiden mengungkapkan, pasal 153 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengatur surat suara dinyatakan sah apabila ditandai di kolom tanda gambar partai politik, atau kolom nomor urut partai politik, atau kolom nama calon anggota legislatif. Berdasar pasal tersebut, pencoblosan atau penandaan di lebih dari satu kolom dinyatakan tidak sah sehingga tidak dihitung.
Dalam rapat kemarin, seluruh peserta rapat sepakat bahwa ketentuan tersebut berisiko meningkatkan suara yang tidak sah. Karena itu, disepakati pencoblosan atau penandaan di lebih dari satu kolom pada partai yang sama dinyatakan sah. ”Jadi, pencoblosan atau pencontrengan pada kolom nama partai, kolom nomor urut partai, serta nama caleg dinyatakan sah,” tambah Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari.
Ketua DPR Agung Laksono menuturkan, perubahan ketentuan itu tidak bisa dilakukan melalui revisi undang-undang maupun pembuatan undang-undang baru karena pemilu legislatif tinggal 102 hari lagi. ”Karena itu, disepakati dilakukan perubahan ketentuan melalui penerbitan perppu,” terangnya.
Selain revisi pasal 153, perppu akan mengatur perubahan syarat menjadi anggota panwaslu di tingkat kecamatan. Syarat yang ada di UU Penyelenggara Pemilu dinilai terlalu berat sehingga Bawaslu kesulitan melengkapi personelnya di daerah. Terutama syarat pendidikan minimal SLTA dan berusia paling kurang 35 tahun.
”Pemerintah, KPU, dan Bawaslu akan melakukan pembahasan teknis pada akhir bulan ini (30-31 Desember, Red) untuk membahas secara lengkap ketentuan-ketentuan tersebut serta bantuan-bantuan yang dapat diberikan pemerintah kepada penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugasnya,” tutur presiden.
Rapat juga membahas sejumlah masalah dalam pengadaan barang dan jasa, serta distribusi logistik pemilu yang dilakukan KPU. KPU melaporkan sejumlah kendala dalam pengadaan barang dan jasa pemilu yang dikhawatirkan menyebabkan keterlambatan penyediaan dan distribusi logistik menjelang pemungutan suara 4 April 2009.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah menawarkan penerbitan perppu khusus mengatur mekanisme pengadaan barang dan jasa pemilu. Dalam perppu itu akan diatur bahwa KPU menggunakan harga patokan sendiri dalam pengadaan logistik pemilu dan tidak menggunakan mekanisme tender biasa sesuai ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
”Keppres 80 sebenarnya sudah cukup mengatur tentang ini. Ada yang tidak harus melalui tender murni, melainkan cukup ditetapkan harganya oleh pemerintah,” terang SBY.
Menurut dia, penetapan harga dilakukan setelah memperoleh perhitungan tentang ongkos produksi barang yang tepat dan disampaikan kepada produsen yang berminat. Cara tersebut dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan melakukan tender murni yang membutuhkan waktu panjang. ”Apa pun dapat kita lakukan tanpa ada penyimpangan. Jangan dipikirkan kalau kita modifikasi lantas boleh saja ada kesalahan, penyimpangan, atau korupsi. Tidak ada yang berpikiran buruk, semua hanya ingin menjalankan tugas sebaik-baiknya,” katanya. (jp/yra)
Penghitungan Ulang di Pamekasan
KarSa Puas
KaJi Protes Lagi
PAMEKASAN (Radar Pemilu) – PENGHITUNGAN ulang surat suara pilgub Jatim di Pamekasan, Minggu (28/12) masih belum final. Apakah pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) di kabupaten itu tetap menang seperti pada putaran kedua atau kalah dari Kaji (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono)? Hasilnya masih harus menunggu beberapa hari lagi.
Namun, berdasarkan hasil sementara penghitungan ulang versi panwaskab pilgub, perolehan suara pasangan Kaji bertambah meski tidak signifikan. Pada penghitungan ulang kemarin, suara Kaji menjadi 195.627. Hasil rekapitulasi KPU Pamekasan pada putaran kedua lalu, Kaji memperoleh lebih sedikit, yakni 195.315 suara. Ini berarti suara Kaji bertambah 312.
Sebaliknya, meski tetap unggul, jumlah suara yang diperoleh Karsa menyusut. Masih menurut panwaskab pilgub di Pamekasan, dalam penghitungan ulang kemarin Karsa memperoleh 216.636 suara. Jumlah ini berkurang sedikit dibanding hasil putaran kedua pilgub hasil rekapitulasi KPUD Pamekasan yang mencapai 217.076 suara. Dengan demikian, perolehan pasangan Karsa menyusut 440 suara.
Perubahan suara perolehan sementara hasil penghitungan ulang juga berdampak pada jumlah surat suara tidak sah. Saat putaran kedua, surat suara tidak sah 5.480. Sedangkan hasil sementara penghitungan ulang mencapai 5.582 suara.
Selain itu, diperkirakan banyak surat di sejumlah panitia pemungutan suara (PPS) dan beberapa panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang hilang. Sebab, selain tidak klop dengan jumlah DPT (daftar pemilih tetap), jumlahnya tidak sesuai dengan perolehan suara saat putaran kedua.
Di PPK Pakong, misalnya. Di wilayah yang termasuk dalam materi gugatan Kaji itu terdapat selisih surat suara tercoblos maupun yang dinyatakan tidak sah. Saat putaran kedua, total yang digunakan pemilih 16.931 surat suara. Sedangkan saat penghitungan ulang terdapat selisih 12 suara atau menjadi 16.919 surat suara.
Hal yang sama terjadi di PPK Larangan. Di sana terdapat kekurangan 40 surat suara. Jumlah surat suara pada putaran kedua 24.781, sedangkan pada penghitungan ulang menjadi 24.741.
Penghitungan ulang kemarin mulai digelar pukul 07.00. Para petugas membawa kotak suara lengkap dengan surat suara di dalamnya ke TPS-TPS tempat kotak tersebut digunakan pada pilgub Jatim putaran dua lalu. Kotak-kotak silver itu dibawa menuju TPS dari balai desa setempat dengan kawalan beberapa anggota kepolisian. Aparat itu berasal dari Polda Jatim maupun Polres Pamekasan.
Sekitar pukul 08.00, para petugas KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) mulai membuka kotak suara. Satu per satu surat suara dihitung dan dicatat. Setelah itu, mereka menghitung perolehan suara masing-masing pasangan cagub, didampingi para saksi dari kubu Karsa dan Kaji.
Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Suryadi Sumawireja mengatakan, pelaksanaan penghitungan ulang di Pamekasan kemarin berlangsung kondusif. ”Semuanya terkendali. Tidak ada laporan gangguan keamanan,” katanya saat ditemui di Polres Pamekasan.
Di bagian lain, para kandidat kemarin sama-sama berada di Pamekasan. Soekarwo yang datang bersama istri, Ny Nina Soekarwo, merasa yakin hasil penghitungan suara tak banyak berbeda dengan putaran kedua. Kalaupun ada, selisihnya tidak terlalu signifikan. Bahkan, berdasarkan hasil penghitungan suara tim suksesnya, suara yang dia peroleh justru naik. ”Tapi, angkanya belum bisa saya sebut. Pokoknya ada,” katanya saat menggelar jumpa pers secara mendadak di Masjid Agung Pamekasan.
Mantan Sekdaprov Jatim itu mengatakan, hasil penghitungan ulang kemarin menunjukkan bahwa kecurangan yang sempat dituduhkan tidak terjadi di Pamekasan, mulai penggelembungan suara hingga rekayasa data. ”Ini menunjukkan adanya fairness (keadilan, Red) pada proses demokrasi di masyarakat Pamekasan,” katanya.
Kubu Kaji pun tak mau kalah. Mereka langsung menggelar konferensi pers di Posko Pemenangan Kaji Manteb di Jalan Stadion 51, Pamekasan. Khofifah hadir dengan berbalut busana merah marun. Dia diapit cawagub Brigjen (pur) Mudjiono dan Ketua Tim Pemenangan PDIP Jawa Timur Ali Mudji. Sudyatmiko Aribowo sebagai kuasa hukum Kaji pun ikut dalam konferensi pers tersebut.
Kubu Khofifah menyesalkan prosedur penghitungan ulang itu. Sebab, dalam pelaksanaannya, penghitungan suara tersebut tidak sesuai SK KPU No 32 Tahun 2008 dan SK KPU No 18 Tahun 2008 mengenai Tata Cara Penghitungan Suara.
Dalam SK itu disebutkan bahwa petugas KPPS harus memberikan form C1-KWK kepada masing-masing saksi. Selain itu, form tersebut harus ditempel dan diumumkan saat penghitungan ulang tersebut.
Khofifah mengatakan, form tersebut memiliki peran penting. Sebab, form itu berisi daftar pemilih tetap (DPT), jumlah pemilih yang hadir dan tidak hadir, surat suara terpakai, rusak, dan sisa kertas suara serta surat suara cadangan. Apabila form tersebut tidak ada, kata Khofifah, kecurangan masih bisa terjadi.
”Dari mana kita tahu kalau ada orang yang meninggal, ternyata dalam DPT namanya terdaftar ikut mencoblos. Bagaimana juga dengan daftar surat suara yang tidak terpakai? Lantas, kalau form itu tidak ada, bagaimana kita bisa mencocokannya,” katanya.
Khofifah mengaku tak bisa menerima proses pelaksanaan penghitungan ulang tersebut. Karena itu, dalam waktu dekat dia berjanji membuat laporan ke panwas, DPR, dan mengadu ke Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Selain itu, dia segera meminta petunjuk Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghitungan kemarin.
Ketua Divisi Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU Pamekasan Imam Syafii ketika dikonfirmasi mengakui bahwa form tersebut tidak diberikan kepada saksi. Sebab, DPT hanya diberikan pada saat pemungutan suara. ”Kalau yang ini, kan hanya penghitungan ulang,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Arief Budiman, anggota KPU Jatim. Dia mengatakan, pada putaran kedua masing-masing pasangan calon mendapat DPT. Karena itu, untuk penghitungan ulang ini, pihaknya tidak mencetak DPT lagi. (jpnn/yra)
Keberhasilan Pemerintahan
Hasil Pekerjaan Golkar
JAKARTA (Radar Pemilu) – KETUA Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menilai tidak adil bila hanya satu partai yang berhak mengklaim keberhasilan pemerintah. Sebab, kata Kalla, Golkar melalui kadernya di kabinet dan parlemen adalah inisiator, pelaksana, dan pendukung seluruh kebijakan yang membuat berhasil pemerintahan SBY-Kalla.
Jusuf Kalla dan Agung Laksono serius
”Saya ingatkan, Golkar adalah partai pemerintah. Kader-kader Golkar duduk sebagai wakil presiden, menteri, dan pendukung pemerintah di DPR. Jadi, apa pun keberhasilan yang dicapai pemerintahan saat ini adalah hasil pekerjaan Golkar juga,” ujar Kalla dalam keterangan pers akhir tahun di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat, kemarin (26/12).
Hadir dalam keterangan pers tersebut Wakil Ketua Umum Golkar yang juga Ketua DPR Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Otonomi Daerah sekaligus Gubernur Lemhanas Muladi, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Ketua Bidang OKK Syamsul Muarif, dan Ketua DPP Burhanuddin Napitupulu.
Sebelumnya, sejumlah pengamat menyebutkan, sukses pemerintah identik dengan Partai Demokrat. Sebab, yang menjadi presiden adalah SBY yang merupakan kader Partai Demokrat. Selain itu, iklan Partai Demokrat sangat gencar dalam mengekspos sukses pemerintah. Misalnya, pemberantasan korupsi, meningkatnya devisa negara, dan keluarnya Indonesia dari IMF.
Menurut Kalla, Golkar berperan besar dalam semua keberhasilan pemerintah. Dia mencontohkan, pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN adalah inisiatif pemerintah yang didukung 129 anggota Fraksi Golkar di DPR. Demikian pula, program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW, konversi minyak tanah ke elpiji, pembangunan rumah susun 1.000 menara, pembangunan jalan tol Trans Jawa 1.000 kilometer, dan pembagian benih bersubsidi yang berhasil mengembalikan predikat swasembada beras dan gula.
Bahkan, program bantuan langsung tunai dan PNPM Mandiri yang dananya tahun depan mencapai lebih dari Rp 30 triliun direncanakan Bappenas yang dipimpin kader Golkar, dilaksanakan Menko Kesra yang juga fungsionaris Golkar, dan disetujui DPR yang mayoritas kursinya diduduki kader Golkar.
”Jadi, apa pun yang dijalankan pemerintahan saat ini, tidak ada satu pun yang tidak direncanakan, dilaksanakan, dan disetujui Partai Golkar. Ini harus kami sampaikan agar masyarakat fair melihatnya,” terang Kalla.
Harus Berani Tak Populer
Jusuf Kalla mengakui popularitas luntur akibat kerap menjadi bumper kebijakan pemerintah yang tidak populis. Dia menilai, lunturnya popularitas bukan masalah besar karena seorang pemimpin harus berani mengambil tanggung jawab untuk kebijakan yang tidak populer.
”Seorang pemimpin harus senang dengan hal yang tidak disenangi. Kalau hanya mau senangnya saja, berhenti saja jadi pemimpin negara,” ujarnya.
Menurut Kalla, mustahil pemerintah bisa menyenangkan semua orang. Karena itu, pemerintah akan mengambil keputusan yang bermanfaat paling besar, meski dalam jangka pendek terlihat menyengsarakan rakyat. ”Misal, ketika saya mengumumkan pemerintah akan impor beras beberapa tahun lalu. Saat itu tidak ada yang mau mengumumkan sehingga saya ambil tanggung jawab. Sebab, ketika itu, kalau kita tidak impor, bakal ada kelaparan di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, wartawan menanyakan mengapa Wapres Jusuf Kalla kerap terlihat mengumumkan hal yang tidak populer, sementara kebijakan populer diumumkan Presiden SBY. (jp/yra)
Koalisi Perempuan Indonesia
Tolak Putusan MK
JAKARTA (Radar Pemilu) – PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) atas perubahan tata cara penetapan calon dengan suara terbanyak diprotes kalangan perempuan. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menolak putusan MK tersebut karena dinilai tidak mengakomodasi sistem zipper yang telah mereka perjuangkan.
“MK telah menggembosi perjuangan perempuan,” kritik Masruchah, sekretaris jenderal KPI, kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, kemarin (24/12). Sejumlah aktivis perempuan seperti Yuda Irlang, Ani Sutjipto, dan Titi Sumbung juga tampak mendampingi Masruchah.
Sebelumnya diberitakan, putusan MK pada 23 Desember menganulir pasal 214 UU Pemilu. Dengan pasal itu, mekanisme penentuan calon terpilih dengan nomor urut dan bilangan pembagi pemilih (BPP) 30 persen menjadi tak berlaku.
Menurut Masruchah, sistem BPP 30 persen sejatinya telah menunjukkan adanya sistem proporsional terbuka terbatas. Ditambah dengan sistem zipper yang mewajibkan nama perempuan setidaknya dalam tiga daftar nama caleg, kesempatan bagi perempuan relatif lebih terbuka dibandingkan saat Pemilu 2004. “Faktor penentu untuk terpilihnya perempuan dengan sistem ini masih terbuka,” terangnya.
Namun, putusan MK tersebut menjadi berita duka bagi perjuangan politisi perempuan. Itu disebabkan angka krusial keterwakilan 30 persen perempuan dalam UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 belum sempat terwujud sama sekali. Padahal, aturan pasal 214 tersebut seharusnya menjadi fondasi awal tercapainya harapan kaum perempuan.
Masruchah mengatakan, MK seharusnya menyadari bahwa posisi politisi perempuan masih termarginalkan. Seharusnya, yang dikembangkan terlebih dahulu adalah asas keterwakilan, proporsionalitas, dan perlindungan terhadap kaum marginal tersebut. “Namun, dengan putusan ini malah menjadi asas persaingan bebas,” tuding Masruchah.
Karena itu, KPI mendesak KPU untuk tidak mengakomodasi putusan MK tersebut. Masruchah menegaskan, penggantian pasal 214 tidak hanya sebatas dilakukan oleh putusan MK. Revisi pasal tersebut seharusnya dilakukan DPR dan pemerintah selaku perumus undang-undang. “Kewenangan KPU hanya menjalankan legislasi dari pemerintah dan DPR,” tegasnya. (jp/yra)
KPU Bisa Langsung
Terapkan Putusan MK
JAKARTA (Radar Pemilu) — KPU tidak perlu menunggu penerbitan peraturan pemerintah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak dalam pemilu legislatif. Sebagai lembaga independen, KPU berhak menetapkan keputusan lembaga untuk melaksanakan putusan MK.
”Keputusan MK bersifat final, artinya harus dilaksanakan. Kedua, KPU sebagai lembaga independen yang terlepas dari pemerintah. Karena itu, KPU bisa langsung melaksanakan putusan MK tanpa harus menunggu penerbitan peraturan pemerintah,” ujar Jusuf Kalla dalam keterangan pers akhir tahun di Media Lounge DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin (26/12).
Dia menambahkan, putusan MK yang berkekuatan hukum sebenarnya bisa langsung dijalankan KPU. Putusan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menjadi dasar bagi KPU untuk menetapkan mekanisme penetapan calon lagislator terpilih. ”Justru KPU sendiri bisa membuat peraturannya,” tegasnya.
Mahkamah Konstitusi empat hari lalu memutuskan calon legislator terpilih berdasarkan suara terbanyak. MK membatalkan lima ayat dalam pasal 241 UU 10 Tahun 2008 yang menetapkan calon legislator terpilih berdasarkan nomor urut. Dengan putusan MK, caleg di nomor terkecil bisa terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD.
Meski keputusan MK bersifat final, anggota KPU I Gusti Putu Artha menilai, ada masalah dari aspek legal-formal sehingga dibutuhkan landasan formal dalam penetapan calon legislator terpilih. Dia menilai, KPU membutuhkan rujukan setingkat undang-undang guna menentukan calon terpilih, seperti revisi undang-undang atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (jp/yra)
MK Putuskan Penetuan Caleg
Berdasarkan Suara Terbanyak
JAKARTA (radar pemilu) – PARTAI politik (parpol) yang ngotot menggunakan nomor urut guna menentukan wakilnya di DPR/DPRD tampaknya harus segera mengubah kebijakannya. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa calon legislatif (caleg) terpilih adalah mereka yang mendapat suara terbanyak dalam Pemilu.
Artinya calon nomor sepatu pun bisa menjadi anggota Dewan bila memang dipilih oleh rakyat. Sebaliknya caleg nomor topi atau nomor jadi tak akan bisa lagi melenggang ke gedung Dewan bila kalah suara dengan caleg lain yang memperoleh suara terbanyak.
Keputusan MK itu dibacakan dalam persidangan uji materi atas UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu terhadap pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e, Selasa (23/12) kemarin. Dalam putusannya, MK menilai, pasal tersebut hanya menguntungkan para caleg yang berada di nomor urut jadi yakni 1, 2, dan 3. Sedangkan caleg yang berada di nomor urut buntut meski mendapatkan suara terbanyak tapi perolehan suaranya itu terpaksa harus diberikan kepada nomor urut jadi.
Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No. 10/2008 yang menentukan bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30% dari BPP atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30% dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30% dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta Pemilu adalah inkonstitusional. �Inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,� kata anggota hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.
Hal tersebut, kata dia, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. �Akan benar-benar melanggar kedaulatan rakyat jika ada dua orang calon mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil, katanya.
Menurut Mahkamah, dilihat dari dimensi keadilan dalam pembangunan politik, saat ini Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, dan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sehingga menjadi adil pula jika pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga bersifat langsung memilih orang tanpa mengurangi hak-hak politik partai politik, sehingga setiap calon anggota legislatif dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.
�Hal tersebut akan menusuk rasa keadilan dan melanggar kedaulatan rakyat dalam artinya yang substantif, karena tidak ada rasa dan logika yang dapat membenarkan bahwa keadilan dan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat dapat dilanggar dengan cara seperti itu, ujarnya.
Standar Ganda
Mahkamah juga mendasarkan pada filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak, maka penentuan calon terpilih harus pula didasarkan pada siapa pun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, setiap pemilihan tidak lagi menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg. Memberlakukan ketentuan yang memberikan hak kepada calon terpilih berdasarkan nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak.
�Bahwa dengan adanya pengakuan terhadap kesamaan kedudukan hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (equality and opportunity before the law) sebagaimana diadopsi dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945, artinya setiap calon anggota legislatif mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama di hadapan hukum, memberlakukan suatu ketentuan hukum yang tidak sama atas dua keadaan yang sama adalah sama tidak adilnya dengan memberlakukan suatu ketentuan hukum yang sama atas dua keadaan yang tidak sama,� kata hakim konstitusi dalam putusannya. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 UU No. 10/2008 mengandung standar ganda sehingga dapat dinilai memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama sehingga dinilai tidak adil.
�Karena itu Mahkamah menyatakan Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,� katanya.
Putusan itu sendiri ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan delapan Hakim Konstitusi pada Jumat (19/12) dan dibacakan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum Selasa (23/12) kemarin oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Abdul Mukthie Fadjar, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Maruarar Siahaan. Hadir dalam pembacaan putusan antara lain pemohon Muhammad Sholeh SH, Sutjipto SH M.Kn, dan Septi Notariana SH M.Kn. (dm/yra)
Kalla Sambut Baik
Putusan Suara Terbanyak
JAKARTA (radar pemilu)- KETUA Umum Partai Golongan Karya Jusuf Kalla menyambut baik dan gembira terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi soal penentuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
“Memang harus suara terbanyak, dan Golkar, kan, sudah menentukan dengan suara terbanyak,” kata Kalla saat menerima 121 siswa-siswi Taman Kanak-Kanak Al-Azhar di Gedung 2 Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (24/12).
“Itu prinsip pokok, jadi hanya satu suara terbanyak” kata Kalla. Dengan adanya keputusan ini, ujar Kalla, maka Partai Golkar tidak perlu menyerahkan draft surat pengunduran diri calon anggota legeslatif yang semula hendak diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah pemilihan legeslatif sebagai syarat penetapan mekanisme suara terbanyak karena UU Pemilu lebih condong ke nomor urut.
Mahkamah Konstitusi, Selasaa (23/12) memutuskan bahwa penentuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Dengan begitu, penentuan anggota legislatif berdasarkan 30 persen dari bilangan pembagi pemilih atau nomor urut dinyatakan tidak berlaku. “Ini inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md.
Uji materi terhadap Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dimohonkan oleh Muhammad Sholeh, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2009-2014. Sholeh berada di nomor urut tujuh calon anggota legislatif dari daerah itu. (ti/yra)
PARTAI GOLKAR
DIINCAR UNTUK KOALISI
JAKART(A (Radar Pemilu) Hasil sejumlah survei politik nasional menunjukkan turunnya popularitas Partai Golkar. Dalam survei terbaru yang dilakukan Reform Institute (RI), partai yang dipimpin Jusuf Kalla itu berada di posisi ketiga, di bawah Partai Demokrat dan PDIP.
Persaingan antara Partai Demokrat dan PDIP di puncak tersebut menarik disimak. Sebab, survei sebelumnya, yang dilakukan LSI (Lingkaran Survei Indonesia) pimpinan Denny J.A., menunjukkan PDIP yang unggul. PDIP mendapat 31 persen, sementara Demokrat meraih 19,3 persen. Sedangkan survei Reform Institute yang diumumkan kemarin, Parta Demokrat unggul dengan perolehan 26,63 persen, sementara PDIP meraih 17,8 persen.
Tampaknya, lain survei lain pula hasilnya. Padahal, kedua survei itu dilakukan dalam waktu hampir bersamaan. LSI menggelar survei 5-15 Desember 2008, sementara RI melakukannya 13-25 November 2008.
Dalam survei RI, Golkar meraih 14,16 persen. Itu tak jauh dari hasil survei LSI, 11,9 persen. Popularitas partai lain dari survei RI lihat grafis.
Kendati Golkar di nomor tiga, ternyata partai beringin itu adalah partai yang paling favorit diincar partai lain untuk berkoalisi. Sebagian besar konstituen partai yang disurvei menginginkan partainya berkoalisi dengan partai bersimbol pohon beringin itu.
Dalam pemaparannya, peneliti Reform Institute Khalied Novianto menjelaskan, pihaknya menanyakan kepada seluruh konstituen loyal sejumlah partai politik besar tentang harapan mereka terhadap koalisi ideal 2009. Koalisi tersebut diharapkan bisa memenangkan pemilihan presiden dan membentuk pemerintahan yang kuat.
Partai Demokrat, yang popularitasnya menduduki posisi teratas, konstituennya berharap koalisi dengan Golkar bisa terwujud. Konstituen Demokrat yang ingin berkoalisi dengan Partai Golkar mencapai 30,5 persen. Jumlah tersebut berbeda signifikan dengan mereka yang berharap koalisi Demokrat-PDIP, yakni 13,96 persen. Atau bahkan koalisi Demokrat-PKS, 11,08 persen.
Begitu juga dengan konstituen PDIP. Sebanyak 26,74 persen menginginkan koalisi PDIP-Golkar. Ada juga yang berharap PDIP berkoalisi dengan Partai Demokrat, 13,48 persen. Adanya konstituen yang menginginkan Demokrat dan PDIP berkoalisi itu menjadi kontroversial. Sebab, keduanya sudah mempunyai capres masing-masing dan tidak mungkin berkoalisi. ”Itulah karakteristik mayoritas pemilih kita yang less inform (kekurangan akses informasi, Red). Jadi, imajinasi mereka sering tidak sinkron dengan kenyataan di lapangan,” jelas Direktur Reform Institute Yudhi Latief.
Sebagian besar pemilih Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga ingin partainya berkoalisi dengan Partai Golkar. Sebanyak 21,95 persen menginginkan terbentuknya koalisi Gerindra-Golkar. Hanya 12,20 persen yang ingin Gerindra berkoalisi dengan PAN atau Demokrat.
Konstituen Partai Golkar sendiri mayoritas merasa nyaman dengan koalisi saat ini. Yakni koalisi Golkar-Demokrat. Lebih dari 38 persen konstituen berharap Golkar mempertahankan koalisi dengan Demokrat. Hanya 15,54 persen yang menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDIP. ”Jadi, Golkar masih menjadi parpol terfavorit untuk diajak berkoalisi,” tambah Khalied Novianto.
Survei Reform Institute melakukan pengumpulan data pada survei tersebut sepanjang 13-25 November 2008. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, survei itu menghasilkan margin error sekitar 1,96 persen. (JPNN/yra)
Caleg DPRD Jatim dari PAN
Presiden SBY Akhirnya Bertemu
Sri Sultan Hamengku Buwono X
KLATEN (Radar Pemilu) – Di tengah rumor ketidakharmonisan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sri Sultan Hamengku Buwono X , Selasa (16/12) kemarin pagi bertemu di Kompleks Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Petang harinya kedua tokoh nasional itu kembali bertemu di tempat berbeda, kali ini di Kota Jogjakarta.
Dalam dua pertemuan berbeda tempat itu Presiden SBY dan Sri Sultan duduk pun di tempat yang terpisah, saat bertemu tidak terlihat berbincang-bincang dalam waktu lama. Keduanya hanya bersalaman, bertegur sapa sejenak. Sebelum ini rumor ketidakharmonisan mengemuka menyusul ketidakhadiran Sultan dalam pertemuan raja-raja Nusantara.
Pertemuan dengan Presiden SBY itu dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (29/11).Saat itu, Sultan mengaku tidak datang karena tidak diundang. Berikutnya Sultan juga tidak hadir pada rapat koordinasi para kepala daerah yang dipimpin Presiden SBY di Jakarta, Jumat (12/12). Saat itu Presiden SBY sempat menyindir ketidakhadiran sejumlah gubernur.”Gubernur juga merupakan seorang pemimpin yang semestinya hadir pada acara yang cukup penting ini. Karena ciri seorang pemimpin itu harus bertanggung jawab,” kata Presiden.
Sultan mengaku tidak datang pada rapat koordinasi itu karena acara diubah mendadak. Sultan memilih hadir dalam sebuah acara di Universitas Indonesia untuk kemudian malam harinya hadir pada peluncuran buku Megawati Soekarnoputri. Setelah dua kejadian itu pertemuan pertama kedua tokoh berlangsung pada peluncuran program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) di Kompleks Candi Prambanan.Pertemuan terjadi sesaat sebelum Presiden SBY meninggalkan lokasi acara untuk meresmikan Taman Pintar di Yogyakarta. Keduanya sempat saling berjabat tangan dan bertegur sapa.
Istri mereka, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas juga terlihat saling berjabat tangan dan melempar senyum ramah masing-masing. Hanya saja, karena acara tersebut yang menjadi tuan rumah adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, SBY terlihat lebih banyak berbincang- bincang dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang duduk mendampinginya.
Tempat duduk SBY dan Sultan terpisah cukup jauh. Sultan hadir lebih dulu pada acara ini. Sultan langsung menduduki kursi di deretan tamu VVIP di belakang sejumlah menteri di tenda yang dipasang menghadap selatan di belakang bangunan Candi Prambanan. Sultan menduduki kursi deret ketiga dari depan, di sisi kanan panggung kehormatan. Lalu SBY datang kurang lebih 20 menit kemudian, disambut oleh Bibit Waluyo dan langsung menduduki kursi tamu VVIP terdepan di bagian tengah, berdampingan dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto serta Bibit Waluyo.
Seusai acara Presiden SBY langsung menuju Istana Negara Gedung Agung,Yogyakarta, dengan mobil RI 1 untuk transit sebelum melakukan peresmian obyek wisata pendidikan Taman Pintar di Jalan Senopati,Yogyakarta. Sultan juga langsung bergegas menuju mobil AB 1 yang membawanya pulang untuk berganti acara yang akan kembali mempertemukannya dengan SBY.
Saat meresmikan Taman Pintar, kedua tokoh yang banyak disebut akan bertarung pada Pemilihan Presiden 2009 itu kembali bertemu. Keduanya tampak bersalaman dan saling melempar senyum. (sindo/yra)